Bazaar 101!



Banyak banget tawaran untuk mengikuti suatu event (bazaar), tapi nggak semuanya harus kita ikuti. Kesempatan memang nggak datang 2x, tapi pintar-pintarlah dalam memilah kesempatan.

Atas permintaan dari @elawidyaninta aku ingin ngebahas gimana cara memilih event yg ingin diikuti (a la October 18th). Jika ada yg sesuai boleh diikuti, jika ada yg tidak sesuai dgn idealisme brandmu ya anggap saja sebagai pengetahuan ya .

1. Tentukan Tipe Produk dan Brand
Kalau October 18th, produk utamanya adalah jam tangan macrame, irisan antara craft & fashion. Jadi bisa masuk ke event craft maupun fashion.

2. Ikuti Event yang Sesuai dengan Brand-mu
Ada tawaran booth di event kuliner, acaranya besar banget se-Indonesia, harga boothnya murah. Tapi brandku ini brand craft. Nah gimana? Namanya aja udah event kuliner ya, orang datang pastinya mau cari makanan. Terus tiba2 ada nyempil 1 booth craft, bisa jadi orang bakal "bodo amat" karena mereka kesana tujuannya mau makan. Nggak ada saingan sih memang, tapi berbaur dgn lingkungan sekitar itu penting banget, biar kita nggak capek untuk "maju sendiri". Kalau lingkungannya udah lingkungan craft, kan orang2 yg datang juga pasti yg minat sama craft. Jadi menyaring pembeli dengan sendirinya .

3. Tentukan Dulu, Kamu Mau Selling atau Marketing
Ada event yang sifatnya jangka panjang, dalam artian yg datang kesana adalah buyer-buyer dari dalam & luar negeri. Pas lagi event mungkin ngga ada penjualan, tapi after event, buyer  tersebut akan menghubungimu untuk beli dalam skala besar. Eh ngga harus buyer juga sih. Pokoknya intinya di event itu kita maksimalkan untuk marketing (jangan lupa sediain kartu nama yg banyakkk).
Atau mau selling? Di event-event fashion biasanya lebih diutamakan selling daripada marketing.
Jadi jangan sedih kalau di suatu event penjualanmu tidak sesuai target, anggap saja sebagai lahan untuk marketing & branding.

4. Ikut  Indie Event
Khusus untuk produk art & craft, coba deh ikutan event-event indie. Walaupun skala kecil, tapi bisa bikin kita kenal sama makers lainnya loh! Dan event indie malah biasanya jauh lebih kreatif produk-produknya, dengan harga booth yg bersahabat.

5. Telusuri Event dan EO dari Event yang akan Kamu Ikuti
Event yang sudah well-known dan banyak pendatangnya (rame transaksi jual-beli) biasanya akan membuka registrasi dengan ketentuan yang strict dan bisa aja kita ngga kedapetan booth karena ngga lolos seleksi. Harga booth-nya juga pasti mahal.
Nah, kalau ada EO yg ngechat (bahkan bukan e-mail) untuk ngasih proposal / cuma ngasih flyer (beneran cuma ngasih flyer, tanpa ada chat untuk memperkenalkan diri dan ngasihtau itu acara apa, nggak sopan banget) mesti ditimbang2 lagi untuk join. Coba cari tau sosial media mereka, lihat reputasinya, bagaimana acara-acara yang sebelumnya mereka adakan, bagaimana flow pengunjungnya, dan sebagainya. Cari testimoni dari tenant yang sebelumnya sudah join di acara mereka. Rada effort sih memang, tapi jgn sampai udah bayar mahal-mahal, eh ternyata acaranya zonk ngga ada yang dateng, kan sedih ya.

6. Pilih Lokasi Acara
Ini ngaruh untuk menjaga image brand. Lokasi di mall memang bagus, tapi harus tepat. Nggak semua mall juga sesuai. Contoh : harga & imej produkmu untuk kalangan menengah atau menengah ke atas, atau orang-orang dengan lifestyle tertentu. Ikutlah acara di TS*, walaupun ada tawaran booth murah di BT* ya jangan diterima Tapi jangan salah, nggak semua acara yang diadakan di TS* itu rame pengunjungnya. Lihat lagi siapa EO nya dan bagaimana reputasinya.

7. Engga kok, Mall Ngga Selamanya Cocok untuk Kita Para Pedagang Indie
Iya sih yg main ke mall rata-rata punya uang lebih. Tapi mereka ke mall mau ngapain sih? Nyari resto? Belanja barang branded? Oke kalau gitu, ada kemungkinan besar mereka nggak akan ngeliat-ngeliat bagian bazaar, karena niat mereka mau belanja di toko ber-merk. Tricky bukan? Memang! October 18th sudah berapa kali kena zonk dalam kurun waktu 3,5 tahun ini.

8. Aku Kekeuh Ingin Ikutan Event di Mall, Harus Cari yang Gimana?
Yang pasti, lihat EO-nya dulu siapa. Lebih baik ikut yang event tahunan (yang tiap tahun pasti diadakan), karena berarti mereka lebih serius dalam membuat event tersebut. Di tiap kota besar pasti ada kok 2 atau 3 event "pentolan" yg biasanya ngadain di mall, dan dapat mendatangkan segmentasi pasar yg oke.

9. Kalau Dapat Tawaran Event yang EO-nya Mahasiswa, Coba Ditelaah Lagi
Tanyakan benar-benar ke panitianya hingga kamu merasa yakin & percaya. Aku nggak bilang semua acara buruk ya, tapi mostly yaa gitudeh. October 18th sendiri udah berapa kali ikutan event besarnya mahasiswa di Jakarta & Bandung (dan itu universitas ternama), jujur kecewa berat. Kenapa? Karena mereka mahasiswa, tujuan utamanya untuk belajar di kampus, bukan untuk cari uang melalui event. Jadi yaa gitu, bikin acaranya kurang maksimal. Proposalnya meyakinkan banget, harga booth lumayan mahal, tapi eksekusinya hmmmmm. Yaa balik lagi sih, EO yg ngadain event ini harus bisa dipercaya. Yang aku lihat dari pengalamanku, mahasiswa ngadain event mungkin cuma sekedar menjalankan tugas kuliah agar dapat nilai. Jadi kalau acaranya udah berlangsung yasudah aja, nggak peduli itu menguntungkan untuk tenant atau engga. Mereka ngga mikirin bagaimana reputasi mereka untuk bikin acara di tahun-tahun mendatang, toh tugas matkulnya udah beres. Beda dgn EO swasta yg mencari penghidupan melalui event. EO yg baik pasti akan lebih profesional karena menyangkut reputasi mereka di kemudian hari.

10. Mahal Bukan Berarti Bagus, Murah Bukan Berarti Tidak Bagus
Contoh nyata aja ya, taun lalu October 18th dan kawan-kawan rutin ikutan @gudangtumpahruah tiap bulannya dengan harga booth cuma Rp.200.000. Satu booth kita bagi 3, jadi seorang Rp.70rb. Dengan harga booth Rp.70.000 (ditambah transpor Bandung-Jakarta, total maksimal Rp.350rb), brandku bisa menjual setidaknya 7 pcs jam dalam 1 hari itu (@Rp.145.000 – Rp.165.000). Pas lagi rame bisa kejual sampai 15 pcs lebih. Belum lagi orderan yang datang setelah event. Efektif banget kan? Tenant-tenant disana juga seru, kreatif, dan bisa diajak sharing.

11. Jika Brand-mu Memang Art & Craft Banget, Ikutan Aja Mini Bazaar di Co-working Space / Cafe / Art Space / Semacamnya
Pendatangnya memang cenderung lebih sedikit, tapi sudah tersaring. Jumlah tenant-nya juga lebih sedikit, tapi hangat. Harga booth pastinya pun lebih bersahabat. Jenis event yang seperti ini cocok banget untuk networking .

Semoga membantu yaa sharing ala-ala ini.

xo,

Crafty Camp!

Ada berita menyenangkan nih dari para pehobi kerajian tangan (crafter) di Kota Bandung. Pada bulan kemarin, tepatnya di hari Sabtu, 27 Januari 2018, telah diadakan sebuah mini craft festival bertajuk “Crafty Camp” di kota kembang tersebut.

Apa sih Crafty Camp itu?


Crafty Camp merupakan sebuah acara workshop dan mini bazaar kerajinan tangan perdana yang diadakan oleh Trinkets Island Craft Store, bekerja sama dengan Uncle D sebagai penyedia venue. Pada acara ini, tim dari Trinkets Island mengambil konsep outdoor dimana para peserta dapat belajar kerajinan tangan sambil menikmati keindahan sawah yang tersembunyi di tengah hiruk pikuk Kota Bandung. Berbeda dengan lokakarya kerajinan tangan pada umumnya, pengajar serta peserta Crafty Camp mayoritas adalah anak muda. Pengajar workshop umumnya memiliki sebuah brand produk kriya yang sebelumnya telah bekerja sama dengan Trinkets Island.

Dalam acara yang berlokasi di Rumah Sawah ini, terdapat lima workshop berbeda, yaitu hand embroidery on totebag oleh Anne (@kyariikura), stamped marbled clay oleh Odah dan Vinska (@tokolempung), macramé tree of life oleh Citra (@oct18thstore), tapestry oleh Kak Cice (@journ_al_ey), dan hand lettering oleh Adya (@ikinoku_). Tingginya peminat masing-masing workshop membuat hampir seluruh workshop ini dilaksanakan dalam dua sesi loh!

Acara diawali dengan pembukaan hangat dari Citra, owner brand October 18th dan juga Trinkets Island Craft Store. Selanjutnya, seluruh workshop secara serentak dimulai. Tidak hanya workshop, di acara Crafty Camp ini terdapat pula mini bazaar dari brand lokal Kota Bandung dan sekitarnya serta berbagai macam wahana. Dengan merogoh kocek sebesar Rp.10.000,- hingga Rp. 20.000,-, para pengunjung dapat menikmati wahana seperti photobooth, face and hand painting, instax photoshoot, dan friendship bracelet making dari brand Kamingzun (@kamingzun). Berbagai macam produk kriya lokal yang terjangkau dan penuh kreativitas juga menarik hati pengunjung. Beberapa brand yang tidak asing seperti Pulas Katumbiri (Puka), October 18th, Toko Lempung, dan sebagainya turut memeriahkan acara ini.



Saat workshop sesi pagi berakhir, para peserta dan pengunjung lainnya bergabung untuk mengikuti Craft Talks yang diadakan pada siang hari. Craft Talks merupakan sesi sharing dari para tenant di Trinkets Island mengenai How to Start a Craft Business dan suka duka berada dalam industri ini. Pembicara yang terdiri dari Rafiati Kania (Puka), Chacha (Kamingzun), Sani (Slussh), dan Toko Lempung menceritakan awal mula mereka berkecimpung dalam bisnis kriya ini. Ternyata, banyak suka dukanya loh dalam berbisnis craft di daerah Bandung. ‘Suka’nya tentu karena banyak hal menyenangkan yang dirasakan ketika hobi atau kesukaan kita dapat menghasilkan uang, namun sulit untuk menyesuaikan style atau idealisme dengan keinginan masyarakat atau trend saat ini. Walaupun menghadapi banyak tantangan, banyak pula pelajaran berharga yang diperoleh oleh para pebisnis ini sehingga mereka dapat bertahan di dunia craft hingga saat ini.


Setelah Craft Talks berakhir, sebagian peserta kembali ke workshop venue. Sambil mengerjakan produk masing-masing, Farah dari Kamingzun menemani siang hari yang cukup terik tersebut dengan alunan musik yang indah. Sesuai namanya, Rumah Sawah yang menjadi venue Crafty Camp ini terletak di tengah hamparan sawah yang berada di daerah lembah, jadi jangan heran kalau sinar mataharinya sangat terik. Akan tetapi, udara tidak terasa panas loh karena angin selalu bertiup sepoi-sepoi sehingga para pengunjung tetap merasa sejuk.


Di salah satu sisi, warga lokal Trinkets Island, Citra Ratu dan Sani, sibuk melukis wajah dan tangan para pengunjung di wahana face and hand painting. Tema lukisan wajah kali ini adalah tribal, sesuai dengan tema photobooth yang telah disiapkan sehingga para peserta yang telah dilukis dapat langsung berfoto di photobooth. Area foto yang disediakan di Crafty Camp meliputi teepee tent dan beberapa dekorasi macramé.




Acara Crafty Camp ini berlangsung hingga sore hari dan ditutup dengan games dan doorprize yang meriah. Pemenang games dan doorprize yang beruntung mendapatkan bingkisan berisi sepaket perintilan lucu dari warga lokal Trinkets Island. “Diharapkan dengan adanya crafty camp ini, masyarakat, khususnya anak muda, dapat lebih mengapresiasi produk-produk kerajinan tangan lokal,” ujar Citra, ketua acara Crafty Camp, di penghujung acara.


Menyambut 2018 Produktif bersama October 18th!

Halo! Sudah lama ya rasanya sejak entri pos terakhir tentang workshop :') Maafkan ya baru nulis entri lagi dan.... ini jadi entri pertama tim Trinkets di tahun 2018!

Ada apa di tahun 2018 ini?

Aku mau ngasih sedikit bocoran, kalau di tahun ini tim Trinkets akan melakukan beberapa hal, di antaranya:
- festival workshop craft,
- #oct18thworkshopberjalan (destinasinya akan aku kasih tau nanti ya :D),
- kembali hadir dalam beberapa bazaar,
dan beberapa kejutan lainnya!

Event paling dekat yang akan diadakan oleh tim Trinkets dan warga lokal (aka para tenant di Trinkets Island) adalah Crafty Camp!



October 18th x TEDx Bandung: Pouch Painting Workshop

Pada tanggal 16 September kemarin, October 18th mendapat kehormatan untuk mengisi workshop di acara TEDx. Tema acara yang diangkat kemarin adalah ‘warisan’. Diharapkan hasil workshop kali ini bisa ‘diwariskan’ teman-teman peserta ke lebih banyak orang lagi, ya!

Jenis workshop yang diadakan October 18th adalah pouch painting workshop. Ini kali pertamanya tim October 18th mengadakan pouch painting workshop, loh! Bermodal pernah ikut beberapa workshop pouch painting akhirnya kami nekat buat workshop sendiri. Selain itu, October 18th juga membuka mini booth di acara tersebut. 

Saat workshop dimulai sekitar pukul 10.00, sepuluh orang peserta langsung berkumpul di salah satu sisi auditorium Rabbani, Dipati Ukur. Setelah semua peserta berkumpul, Citra menjelaskan mengenai beberapa basic melukis di pouch seperti penggunaan cat akrilik untuk melukis di kain, kadar air yang dibutuhkan agar hasil lukisannya lebih bagus, teori pencampuran warna (karena warna yang diberikan terbatas warna primer dan beberapa warna tambahan), serta tips dan trik mencuci pouch agar catnya tidak luntur. Seluruh penjelasan tersebut (kecuali teori warna) murni dari hasil eksperimen dan ulik-ulik saat Citra dan Tyas menjadi peserta workshop serupa.



Nah, tim October 18th tidak membatasi gambar apa yang harus dibuat para peserta, jadi beneran hasil workshop ini adalah murni hasil pemikiran masing-masing peserta. Tentunya supaya para peserta gak bingung dan kehabisan ide, October 18th memberi beberapa referensi gambar. Akan tetapi sepertinya para peserta sudah menyiapkan apa yang ingin digambar karena setelah workshop dimulai, udah ga ada yang diem-diem lagi mikirin mau gambar apa.

Satu hal yang ‘istimewa’ dari workshop ini adalah setelah penjelasan selesai dan para peserta mulai membuat sketsa di atas pouch masing-masing, mendadak suasana jadi sunyi senyap! Tampaknya para peserta serius banget dalam melukisnya, jadi terharu :’). Karena pesertanya fokus, tim October 18th bisa muter-muter dan melihat satu per satu karya mereka. Ada peserta yang menggambar pesawat, kapal, motif tropikal, kaktus, pola-pola lucu yang sederhana, dan bahkan ada yang nulis penggalan lagu Efek Rumah Kaca! Kreatif banget emang! Beberapa peserta workshop ada yang ingin melukis pouch untuk diberikan ke temennya yang lagi ulang tahun juga loh! Baik banget kaaan.








Setelah satu setengah jam berlalu, banyak peserta yang sudah menyelesaikan karyanya. Setelah pouchnya selesai, langsung deh diadakan photo session para makers dengan karya masing-masing. Tidak lupa geng pouch painting foto bareng di photo booth TEDx dan… Alhamdulillah tim October 18th dapat kenang-kenangan berupa sertifikat penghargaan dari TEDx Bandung! Senangnya :) Tim October 18th mengucapkan terima kasih untuk TEDx Bandung, khususnya untuk Assifa dan Ayya yang menjadi LO kami di acara tersebut. 




Nah, penasaran bagaimana hasil karya para peserta? Yuk kita intip!











QC Lady and Mamang Reparasi's Holiday Photographs: Behind the Scene


Di instagram mungkin kalian sering lihat foto macramé watch yang berlatar belakang pantai atau hutan, dan kadang ada QC Lady dan Mamang Reparasi yang numpang eksis di fotonya. Nah, kali ini aku mau berbagi mengenai apa sih yang terjadi di ‘belakang layar’ pemotretan tersebut. 
 
Ide ini awalnya muncul waktu iseng-iseng melihat Pinterest dan laman beberapa makers di luar negri. Teman-teman setia October 18th juga pasti ngeh kalau fotografi flat lay sudah menjadi semacam 'ciri khas' kami untuk mengabadikan potret produk-produk perintilan ini. Berbicara tentang flat lay, jujur, tim Trinkets belum ada yang secara khusus pernah mengikuti flat lay photography workshop atau rutin membaca artikel mengenai fotografi bidang datar tersebut. Singkatnya, kami hanya sekedar coba-coba, menggunakan insting bagusnya gimana, dan tentunya kami juga saling bertanya pendapat satu sama lain mengenai hasil foto yang diperoleh. Kalau teman-teman mau memberi masukan kami juga sangat terbuka dan akan senang hati menerima kok :3

Flat lay itu apa sih?
Menurut pendapat aku, flat lay itu fotografi pada suatu bidang datar, dimana objek yang akan difoto di atur sedemikian rupa sehingga jadi estetik. Mungkin dengan kata lain flat lay juga bisa dibilang seni penempatan/peletakkan barang pada suatu bidang datar kali ya. Mohon dikoreksi apabila pendapat aku kurang tepat :)

Dengan fotografi flat lay, kami (yang rada mager) bisa memaksimalkan foto dengan properti seadanya. Sering lihat kan, foto dengan latar kain putih atau meja putih, atau permukaan lain yang polos dan dapat menonjolkan si produk? Nah, itulah alasan mengapa pada beberapa foto produk di instagram, metode ini yang kami pilih. Selain karena properti mudah di dapat, effort yang dikeluarkan bisa diminimalisasi :D. Tips dan trik fotografi ini juga sudah merajalela kok di internet. Dengan menulis flat lay photography di piranti pencari Google saja, hasil yang keluar sudah banyak dan membantu banget.

Nah, aku mau berbagi beberapa laman yang lumayan sering aku kunjungi kalau mau cari referensi flat lay nih:


Setelah ngobrolin flat lay, aku mau berbagi momen-momen pemotretan produk-produk di Trinkets Island. Karena Trinkets Island merupakan sebuah pulau, tentunya ada pantai, laut, dan hutan juga. Oleh karena itu, latar pemotretannya harus di salah satu tempat tersebut untuk menarik teman-teman supaya datang ke Trinkets Island :) hihi.

Untuk membuat latar foto ini, alat dan bahan yang dibutuhkan simple kok, seperti:
- Kertas HVS warna-warni
- Lem/double tape
- Cutter/gunting 
- Properti pendukung

Di Trinkets Island, material bangunan utamanya adalah lego bricks. Jadi jangan heran kalau lego berserakan di beberapa tempat di sini. Misalnya di pantai di bawah ini, karang-karang yang pecah dan mati terbawa ke pantai lalu setelah ditempa proses alam di Trinkets Island, karang-karang ini bakal jadi lego bricks :D lol. Selain lego, properti lain seperti payung pantai, tikar, dan sebagainya bisa dibuat menggunakan kertas HVS warna-warni. Kamu bisa membayangkan bagaimana benda-benda tersebut terlihat dari atas, atau kalau bingung kamu bisa mencari referensi di Pinterest!
 

Tidak hanya digunakan untuk flat lay, latar ini juga bisa digunakan untuk menjadi background foto yang diambil secara tegak (seperti mengambil foto biasa). Prinsipnya sama, namun untuk foto yang diambil secara tegak biasanya aku menempelkan kertas latar pada bidang yang lumayan rigid seperti kardus atau papan kayu. Hal ini dilakukan supaya kertas tidak melengkung ke bawah. Selain itu, bagian bawah biasanya aku beri alas dengan cork board (seperti foto tema hutan, misalnya) karena cork board memiliki permukaan yang terlihat seperti serasah dan terasa alami.

Fotonya penuh perjuangan, loh :D


Berdasarkan pengalaman, agar fotonya bagus dan tidak ada bayangan (terutama bayangan fotografernya), sebaiknya kamu lakukan ini siang hari, selagi matahari berada di atas kepala. Cahayanya juga bagus kalau siang hari. Kalau kamu memotret pada sore hari atau malam hari, biasanya agak sulit untuk menyingkirkan bayangan dan hasil fotonya mungkin tidak seperti yang kamu inginkan. Nah, dari pose-pose pejuang foto di atas, sekarang aku mau nunjukin hasil akhirnya nih haha




Lucu kaaan? Kamu juga bisa coba buat di rumah :3 Jangan lupa beri tahu kami via instagram atau komentar atau Pinterest ya kalau kamu sudah mencoba :)

Love,
Trinkets Captain